Sejak usia dini, Muhammad sebagai yatim piatu telah bekerja mencari nafkah untuk kelangsungan hidupnya. Jika pada periode kita, pada usia di atas 5 tahun pun kita telah menikmati pendidikan belajar tulis baca, hal tersebut tidaklah dialaminya. Dalam Surah 90 Al-Balad Ayat 4 :”Sesungguhnya Kami ciptakan manusia dalam susah payah dan perjuangan”. Dan demikianlah sejak usia dini, Muhammad telah bekerja sebagai buruh angon, berjuang untuk kelangsungan hidupnya.
Hingga beliau berusia 25 tahun, pamannya Abu Talib menyarankannya untuk bekerja menjadi buruh bagi seorang janda pedagang kaya bernama Siti Khadijah. Manusia memang dilahirkan bukan untuk hidup dalam kemudahan dan kegembiraan. Ketika bayi pun kita dilahirkan dengan kesulitan bagi sang ibu maupun bagi sang jabang bayi. Begitu sulitnya keluar dari rahim ibunda, dan kemudian menangis begitu menghirup udara di luar rahim.
Dengan pengalaman sebagian hidup Muhammad sebagai “buruh”, sejak usia dini, hingga usia ke 40 ketika beliau diangkat sebagai Rasulullah, beliau sangat menghargai kaum buruh. Menurut bahasa umum di tanah Arab ketika itu, perbudakan dan jual beli manusia untuk dijadikan budak adalah hal yang umum.
Beliau boleh dibilang sebagai tokoh pembebas perbudakan pada masanya. Rasulullah sangat antiperbudakan, dalam arti mempekerjakan orang dengan semena-mena. Perbudakan jelas merupakan pelanggaran hak azasi manusia. Selain anti perbudakan, Muhammad juga selalu memberikan wejangan bagi para pengikutnya ketika itu untuk bekerja giat. Pantang bagi beliau untuk berleha-leha, membuang waktu dengan percuma. Demikian pula dalam menyebarluaskan agama Islam ketika itu, beliau mengikis pandangan bahwa pemeluk agama Islam adalah orang yang selalu mengharap belas kasihan. Beliau memberi teladan bahwa kaumnya ketika itu bukanlah kaum yang mengharap sedekah atau sumbangan.
Pemeluk agama Islam harus bisa mandiri, ketika itu, membangun Makkah yang mengelilingi Ka’bah. Hingga ia hijrah ke Madinah, semangat bekerja membangun kota juga tidak pernah surut. Hal itu diikuti dengan setia oleh para pengikutnya, bekerja membangun tiang agama dan membangun Madinah. Ketika membangun Kota Madinah, beliau jelas adalah seorang ahli manajemen perburuhan yang unggul. Beliau bisa mengelola kompleksitas kaum buruh yang plural, yang datang dari kalangan beragam seperti kaum Baduy, Quraish, Yahudi, dan Kristen.
Namun yang tidak kalah pentingnya adalah selain beliau sangat peduli akan kualitas keterampilan buruh ketika itu, beliau juga menghargai sikap moral dan mental kaum buruh ketika itu. Beliau sangat menghargai sikap loyal dan sifat jujur, tekun, pantang menyerah. Dengan kekurangan kaum buruh ketika itu adalah masalah pendidikan dan pelatihan, beliau menyeimbangkannya dengan pesan moral berdasarkan keagamaan.
Disiplin buruh juga merupakan ukuran yang menjadi perhatian beliau. Bahkan dalam mengatur strategi perang pun, ketika itu, jika tanpa disiplin, maka akan menjadi santapan empuk bagi tentara lawan. Upah juga menjadi concern utama bagi Muhammad terhadap kaum buruh. Beliau sangat menghargai setiap tetes keringat kaum buruh. Ia selalu memperhatikan hak-hak kaum buruh. Bahkan para pelayan Nabi sekalipun, diperlakukan berdasarkan azas kekeluargaan. Dalam sebuah hadits, beliau menyatakan, “bayarlah upah buruh sebelum kering keringatnya”.
Hal itu menyiratkan, bahwa kebutuhan buruh itu sama seperti manusia lainnya. Sehingga bersegeralah menyelesaikan pembayaran upah mereka tanpa harus mencari alasan menunda-nundanya. Jika saja asas kekeluargaan sebagaimana juga tercantum dalam pasal Undang Undang Dasar kita, diterapkan berdasarkan standar kekeluargaan Rasulullah, niscaya kalangan pengusaha kita tidak akan memperdebatkan Upah Minimum Provinsi.
Muhammad SAW juga merupakan pakar ekonomi yang extra-ordinary. Hal itu bisa kita lihat hingga sekarang, bagaimana manajemen ibadah Haji yang melibatkan seluruh banga di dunia. Dan hal itu mengikis habis tingkat pengangguran, setidaknya di tanah suci Makkah ketika itu. Ritual ibadah Haji adalah perhelatan besar yang melibatkan banyak buruh.
Di samping pembangun ritual, pembangunan fisik Kota Makkah dan Kota Madinah,sejak zaman Rasulullah, hingga masa sekarang, bersinambung tiada henti, jelas tidak memberikan kesempatan tumbuhnya angka pengangguran. Bandingkan dengan dengan sekarang di negeri kita yang tingkat un-employment-nya mencapat 40 juta jiwa alias 25% dari total populasi negeri kita tercinta, Indonesia. Nabi Muhammad mampu me-manage perbedaan suku, ras dan agama pada saat itu.
Dengan Piagam Madinah, disepakati prinsip hidup berdampingan secara harmonisantar agama, antar golongan ketika itu. Tidak kurang beliau juga merupakan mascot atau patern bagi sebuah hubungan harmonis antara majikan dengan kaum buruhnya.
Demikianlah kiranya dari cermin kehidupan Nabi Muhammad SAW, kita bisa memacu semangat kerja kaum buruh kita untuk terus membangun negeri kita tercinta. Memelihara hubungan yang harmonis dengan pihak majikan. Dengan suri teladan Nabi membangun sebuah negeri padang pasir yang tandus hingga kini menjadi salah satu negara terkaya di dunia.
Semoga itu menjadi titik pangkal ukuran yang akan kita kejar berbagai ketinggalan kita dalam kompetisi global. Semoga dengan demikian kita bisa segera bangkit dari keterpurukan ekonomi kita. Menjadi sebuah bangsa yang bermartabat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar